AH. WAKIL KAMAL, SH., MH

11 Maret 2009

Ahmad Wakil Kamal Aktifis Gerakan Angkatan 98

GERAKAN 1998
Pada perjalanannya kemudian pada tahun 1998 mucul aktifs-aktifis FKSMJ seperti Sarbini (Universitas 17 Agustus), Irwan (Universitas Mustopo), Henry Basel (IKIP/UNJ), Heru Cokro (UI) dan Rama Pratama (UI).

Pertemuan-pertemuan antara generasi baru FKSMJ dengan generasi awal FKSMJ, termasuk dengan aktifis FKMIJ (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta) seperti Ahmad Wakil Kamal dan Mulyadi serta dengan sejumlah elemen mahasiswa Bandung berjalan makin intensif hingga kemudian menduduki Gedung DPR/MPR sebagai simbol perlawanan rakyat menghendaki turunnya Soeharto.

Pendudukan gedung DPR/MPR ini terjadi pada tanggal 18-23 Mei 1998. FKSMJ menjadi aktor penting dalam pendudukan gedung DPR/MPR ini bersama Forum Kota, sebuah organisai mahasiswa jabotabek yang lahir dari aktifis diluar senat mahasiswa. Selain Forkot kemudian nampak juga HMI MPO yang juga membawa massa ribuan mahasiswa. Hari kedua pendudukan kemudian diikuti oleh ratusan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Jakarta, Bandung, dan universitas lainya.

Saat aksi pendudukan gedung DPR/MPR ini Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.

Sumber: http://id.wikipedia.org/

Baca Selanjutnya...

Yang Pantas di DPR RI dari PPP

SIAPA YANG PANTAS DI DPR RI DARI PPP?
Yang terhormat rekan-rekan Calon Anggota Legislatief dari DPP.PPP.

Sebagai kader PPP dan Calon Anggota Legislatief DPR.RI masa periode 2009 - 2014 mendatang, marilah sedikit merenung, meluruskan niat dan mengingat hal-hal sbb ;

1. Sudahkah kita perbaiki niat & perilaku kita selaku ummat Islam ?
2. Bagaimana kondisi amal ibadah kita, apakah sudah sesuai dengan tuntunan Agama Islam ?
3. Perilaku baik, amal sholeh, ilmu yang bermanfaat, berlaku jujur/arief & bijaksana, junjung
tinggi amar ma'ruf nahi mungkar dan bersifat ikhlas, adalah merupakan sauri tauladan untuk
keluarga kita khususnya ----> sudahkan kita jalankan/ajarkan ?
4. Sebagai seorang muslim/muslimah yang beriman, sebagai Pemimpin Keluarga tentunya wajib
memberikan nafkah keluarga dari hasil yang halal, dan tidak lupa menyisihkan untuk berzakat.
Sudahkah dilaksanakan ?
5. Selalu memohon kepada ALLAH SWT, mohon petunjuk, ampunan, semata-mata kegiatan kita
karena ALLAH dan mengharap Ridho Ilahi. Apakah telah dijalankan ?

Apabila setidaknya hal-hal tersebut diatas telah dilaksanakan, Insya ALLAH gerak langkah selaku Calon Anggota Legislatif DPR.RI akan mudah dipahami apabila nanti terpilih menjadi Anggota Dewan DPR.RI dari PPP yang nantinya benar-benar dapat diandalkan oleh Partai dan semoga menjadi wakil rakyat yang dapat berlaku ; Jujur, Adil, contoh yang baik/sauri tauladan, pemimpin
ummat yang dapat membawa Bangsa Indonesia menuju Keberhasilan Kebangkitan Bangsa dari Keterpurukan menjadi Kemakmuran, yang di Ridhoi oleh ALLAH SWT, amiin.

Sumber: Z.Mudjahidin.S di http://forum.ppp.or.id

Baca Selanjutnya...

Parlemen (DPR RI) Berubah di Tangan Anak Muda

Berharap Parlemen Berubah di Tangan Anak Muda
Sejumlah anak muda menjadi sosok yang berperan besar dalam mewujudkan reformasi 1998. Saat itu, mereka masih mahasiswa. Kini sebagian besar bertarung merebut kursi DPR pada Pemilu 2009. Sebesar apa peluang mereka serta apakah bisa merombak parlemen?

Di antara sekian banyak nama calon legislator muda, caleg yang berasal dari aktivis angkatan 1998 tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Berdasar data yang dihimpun Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), setidaknya 200 nama caleg yang akan bersaing merebut kursi legislatif 2009 adalah mantan aktivis mahasiswa pada era reformasi. Sebanyak 70 persen di antaranya maju sebagai caleg di DPR.

Namun, apakah mereka benar-benar memiliki peluang yang besar untuk lolos sebagai wakil rakyat di parlemen? Sejauh mana peluang mereka untuk berkiprah di gedung Senayan, gedung yang mereka duduki saat Soeharto jatuh?

Sebut saja beberapa nama caleg muda dari PAN. Mantan aktivis HMI Agung E. Ismawanto, misalnya. Dia mendapat nomor urut 5 di dapil Jogjakarta. Padahal, pada Pemilu 2004, PAN hanya mendapat dua kursi. Rekannya, Ahmad Kasino, dari aktivis Forum Kota yang bernomor urut 4 di Jabar V mungkin bernasib sama. Sebab, realitas politiknya, PAN hanya dapat satu kursi dari dapil itu.

Begitu juga mantan Ketua SF UMJ 98-99 Suherlan yang maju di nomor 3 dapil Jabar IX. Berapa kursi yang diperoleh PAN pada pemilu lalu di dapilnya? Hanya satu kursi. Tapi, mereka optimistis karena PAN menganut suara terbanyak.

Realitas politik yang berat juga harus dihadapi Mantan Ketum Presidium Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Ahmad Wakil Kamal dan aktivis Parmusi Hilman Ismail M. Keduanya maju sebagai caleg dari PPP. Ahmad mendapat nomor 8 di Jatim XI. Hilman mendapat nomor 3 di dapil NAD.

Partai berlambang Kakbah itu memang masih meraih kursi pada Pemilu 2004. Di Jatim XI (dulu disebut Jatim X), PPP mendapat dua kursi, sedangkan dapil NAD mendapat satu kursi. Itu jauh lebih kecil daripada nomor urut Ahmad dan Hilman.

Dua mantan kader PRD, Yusuf Lakaseng yang maju di dapil Sulteng dan Dita Indah Sari di dapil Jateng V, tak luput dari tantangan berat. Keduanya memang diberi nomor urut 1 oleh PBR. Tapi, pada Pemilu 2004, partai pimpinan Bursah Zarnubi itu tidak mendapat kursi untuk DPR pusat dari dua dapil tersebut. Cukup berat.

Mantan Ketua Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) Sarbini yang maju dari Partai Demokrat malah mendapat nomor paling bawah di dapilnya, yaitu nomor 8 di dapil Banten III. Meski begitu, Sarbini tetap yakin dengan peluangnya karena partainya juga menganut sistem suara terbanyak. Sarbini menilai, masyarakat saat ini tidak hanya melihat kebesaran partai, melainkan kedekatan dengan figur caleg tersebut.

Jika selama masa kampanye mampu menawarkan sesuatu yang diterima masyarakat, dia yakin memiliki peluang lebih besar dibandingkan dengan caleg nomor urut satu sekalipun. ”Meski saya tidak memiliki biaya besar, kelemahan saya akan menjadi kekuatan tersendiri nanti,” ujarnya optimistis.

Sarbini, mantan aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) 1998, menyatakan, ada sejumlah motivasi yang mendasari sejumlah aktivis reformasi maju dalam persaingan kursi legislatif. Menurut dia, perubahan sistem pemilu yang ada saat ini membuat persaingan caleg lebih terbuka.

Hal itu menuntut komunikasi aktif antara caleg dan masyarakat supaya dirinya lebih dikenal. ”Caleg dalam hal ini harus mengetahui masyarakat dan masyarakat harus tahu caleg. Itu sistem yang ideal,” katanya.

Tapi, fakta membuktikan bahwa aktivis 98 yang kini telah duduk di DPR belum mampu berbicara banyak. Selain terbatasnya secara kuantitas, mantan aktivis mahasiswa itu belum mampu menularkan semangat mereka di tingkat parlemen. ”Saya tidak menyebut ini sebuah kegagalan, namun perjuangan individu mereka masih dibatasi oleh kepentingan yang lebih besar,” jelas Sarbini.

Karena itu, kata dia, jika semakin banyak aktivis 98 lolos ke DPR, ke depan ada harapan besar terealisasi koalisi 98 di legislatif. Menurut Sarbini, perjuangan individu seorang anggota dewan akan terbantu jika muncul pikiran-pikiran sama dari anggota dewan yang lain. ”Koalisi itu tidak mudah, namun perspektif kami selama ini tetap sama,” ujar Sarbini.

Harapan semakin banyaknya aktivis 98 di parlemen tetap ada karena ada juga di antara mereka yang menempati nomor jadi. Salah satunya mantan ketua umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Budiman Sudjatmiko. Maju lewat PDIP di dapil Jawa Tengah VIII, ketua Relawan Perjuangan (Repdem) PDIP itu berada di nomor urut satu. Kemungkinan untuk terpilih praktis lebih besar karena pada Pemilu 2004, PDIP di dapil tersebut meraih tiga kursi.

Begitu juga peneliti CSIS Indra Jaya Pilliang yang menjadi caleg dari Partai Golkar. Dia mendapat nomor urut 2 di Sumbar 2. Pada Pemilu 2004, Golkar merebut dua kursi.

Peluang yang sangat besar untuk terpilih juga didapatkan mantan ketua senat Universitas Indonesia Rama Pratama. Caleg dari PKS itu berpeluang sangat besar terpilih kembali sebagai anggota DPR untuk periode kedua karena berada di nomor urut satu dapil DKI Jakarta I. Pada pemilu, di dapil tersebut PKS meraih dua kursi.

Menanggapi semakin banyaknya caleg dari aktivis 98, Rama melihat hal itu sebagai sesuatu yang sangat positif. Menurut dia, berkumpulnya para aktivis tersebut akan menguatkan perjuangan untuk melakukan perubahan terhadap citra parlemen yang makin hari makin terpuruk.

Selama menjadi anggota DPR, dia mengakui memang kurang bisa maksimal memainkan peran. Meski bukan berarti tidak melakukan apa-apa, belum banyak perubahan yang bisa dilakukan. “Faktanya, kami memang tidak bisa menjadi megalomania yang bisa melakukan apa saja seperti bayangan semasa menjadi aktivis,” ujar Rama.

Namun, hal itu sangat mungkin berbeda jika rekan-rekannya sesama mantan aktivis 98 berkumpul lebih banyak lagi. “Kalau makin banyak yang masuk ke parlemen, saya sangat optimis kami akan mampu menciptakan perubahan nyata,” janjinya.

Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif menyatakan, harapan publik akan perubahan kualitas DPR dengan keberadaan sejumlah caleg muda itu memang tidak mudah direalisasikan. “Jebakan-jebakan politik, terutama uang, menjadi sandungan utama mereka,” ujarnya.

Dia mengingatkan, yang harus disadari, perjuangan para caleg muda dan mantan aktivis itu bukan berhenti saat mereka terpilih sebagai anggota DPR. “Perjuangan yang riil itu justru setelahnya,” kata pengamat politik dari Universitas Paramadina tersebut. (jp)

sumber:
http://www.gp-ansor.org

Baca Selanjutnya...

22 Februari 2009

The Best of Bad Choices

THE BEST OF BED CHOICES
Ahmad Wakil Kamal resolved just last month to reenter politics, although he also despairs that little will come from the presidential contest.

When Kamal arrived at Islamic University in Jakarta from the dusty island of Madura in 1993, he quickly lived up to his reputation as a Madurese: tough, brave and bull-headed. Within a month, the solidly built, broad-shouldered law student was in the streets protesting a government proposal for a lottery. Many more demonstrations followed.

"I participated in hundreds of protests, and I don't know how many times the police and military beat me up," said Kamal, 32, crinkling the corners of his eyes as he laughed.

As the national leader of Indonesia's law students, he said, he helped organize the 1998 demonstrations campus by campus. He led at least 3,000 students to the parliament and watched with amazement as Suharto resigned.

"I was happy, but I was also surprised. I never imagined Suharto would step down so fast," Kamal said, dramatically placing his hands over his heart. "One reason the reform movement has failed is that we never had a chance to discuss what would come after Suharto."

Politicians hijacked the pro-democracy movement, he lamented, and the student movement fractured into rival camps.

"I have to admit that reform died young," he said. "Indonesians don't believe in reform anymore. All they see is prices going up and life getting more difficult. It's very hard for them to earn money."

Kamal turned his back on politics, completed his studies and in 1999 began practicing law, eventually opening his own firm, litigating divorce cases and corporate disputes.

He had planned to sit out the July election. But last month, a top aide to Yudhoyono, the former Suharto general and presidential front-runner, asked him to join the campaign. Kamal met with the candidate at a five-star hotel. Unwilling to back Megawati because of her lackluster performance and unable to support Wiranto because of human rights concerns, Kamal signed on with Yudhoyono, brushing off old political ties to organize campaign rallies.

"The decision was very hard for me," Kamal said, recalling his drubbings at the hands of the military. "He is the best of bad choices."

*Special correspondent Noor Huda Ismail contributed to this report from The Washinton Post
Baca Selanjutnya...

21 Februari 2009

Uji Publik Caleg Muda

UJI PUBLIK CALEG MUDA
JAKARTA (BP) – Menjelang pemilu legislatif kali ini, banyak caleg muda yang muncul. Beberapa dari mereka merupakan mantan aktivis yang dulu sering berdemonstrasi menentang Orde Baru. Kemarin caleg-caleg muda itu mengadu visi dan misi yang difasilitasi Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) dan Center for Indonesian Regional and Urban Studies (CIRUS).

Acara tersebut dihadiri enam caleg muda dari enam partai berbeda. Mereka adalah Rama Pratama (PKS), Budiman Sudjatmiko (PRD), Ahmad Wakil Kamal (PPP), Nova Riyanti Yusuf (PD), Iwan Dwi Laksono (PKB), dan Asep Supri (PAN). Kecuali Rama, mereka adalah caleg muda yang baru kali ini maju di pemilu legislatif.
Diskusi yang dilakukan di RM Koetaradja, Jakarta, itu khas semangat muda. Selain mengadu visi, masing-masing caleg saling meledek dan menyindir. Bahkan, masa lalu para caleg sebagai aktivis pun diungkit-ungkit.
Rama Pratama, misalnya. Sebagai incumbent, aktivis 98 itu dianggap tidak banyak memberikan kontribusi terhadap gerakan kaum muda. Padahal, dia sudah duduk di gedung DPR selama satu periode. ”Kami tidak melihat kontribusi nyata Bung Rama selama ini,” serang Ahmad Wakil Kamal.
Caleg dari dapil XI Jatim (Madura) itu mengatakan, kesejahteraan warga Madura tidak banyak berubah. Padahal, kata dia, potensi pertanian Madura sangat besar. Mulai garam hingga tembakau. ”Bahkan, di Madura ada 40 titik potensial tambang minyak. Saya yakin, potensi negeri Madura bisa bersaing dengan Jawa,” tegasnya.
Namun, Wakil Kamal rupanya mengalami ”keseleo” lidah. Dia salah menyebut Pulau Madura menjadi negeri Madura. Hampir bersamaan, beberapa caleg itu pun meneriakinya, ”Madura Merdeka!”
Sejumlah kritik dan serangan tak luput ditujukan kepada Budiman Sudjatmiko. Ketika pemaparan visi dan misi, mantan pendiri dan ketua Partai Rakyat Demokrat (PRD) yang beberapa kali mengutip perkataan mantan Presiden Soekarno itu juga tak luput dari serangan. Rama yang mendapat giliran selanjutnya pun menyindir ketua umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) itu. ”Dulu yang dikutip banyak dari Marx, sekarang kok lebih banyak Soekarno,” sindirnya.
Menanggapi hal itu, Budiman pun berkilah. Dia mengatakan, Soekarno juga memiliki komitmen pada kaum marhaen. ”Lagi pula, siapa sih pemimpin Indonesia yang saat masa mudanya tidak berhaluan kiri. Kalau pendiri negeri ini tidak kiri, sekarang kita masih dikuasai penjajah. Sjahrir, Hatta, bahkan Nasir pun dibesarkan dengan ideologi kiri,” katanya.
Sember: http://www.jpnn.com
Baca Selanjutnya...